Mengenang Mus Mulyadi, Seniman Multitalenta Berjuluk si Buaya Keroncong
A
A
A
JAKARTA - Mus Mulyadi dikenal sebagai seniman multitalenta. Namun, pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur pada 14 Agustus 1945 ini lebih focus menjadi penyanyi keroncong. Bahkan dijuluki sebagai si "Buaya Keroncong".
Lagu-lagu yang menjadi hit, sebut saja Kota Solo, Dinda Bestari, Telomoyo, dan Jembatan Merah. Namun, sebelum jadi penyanyi solo, dia pernah membentuk band '''Irama Puspita''' dengan personel tiga belas wanita-wanita perkasa yang telah dipersiapkannya untuk sukses di panggung hiburan.
Adik Mus MUjiono ini kemudian menjadi pelatih band Irama Puspita selama beberapa tahun dan pernah manggung di acara POI Ganefo di Jakarta dan merajai berbagai lomba festival musik di Surabaya.
Mus kemudian bergabung dengan band '''Arista Birawa''' pada 1964 yang dibentuk Busro Birawa bersama Jeffry Zaenal (Abidin), M.Yusri, Oedin Syach, dan Sonata Tanjung. Band ini menelurkan album Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada 1965.
Album lainnya, Si Ompong & Masa Depanmu yang diproduksi Serimpi Recording pada 1972. Akan tetapi Mus Mulyadi tidak terlibat di album ini.
Atas ajakan temannya, Jerry Souisa sebagai pemimpin group, mengajak dua anggota Arista Birawa, Mus Mulyadi dan Jeffry Zaenal dan rekannya Arkan melakukan tour pertunjukan di Singapura. (Baca juga: Diabetes, Maestro Keroncong Mus Mulyadi Meninggal Dunia) .
Mus kemudian mengadu nasib ke Singapura pada 1967 menggunakan kapal kayu dengan perjalanan selama 2 minggu. Di Singapura mereka menumpang di rumah keluarga etnis Melayu. Selama 2 tahun Mus di Singapura dan tak mendapatkan tawaran show.
Sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunt-lunta tanpa makanan, pekerjaan, dan uang. Setelah sempat menjadi pengangguran, Mus belajar menciptakan lagu dan muncul lagu Sedetik Dibelai Kasih, Jumpa dan Bahagia, dan Kr. Jauh di Mata.
Lagu ini kemudian ditawarkan kepada Live Recording Jurong pada 1969. Hasilnya, Mus dan band barunya membuat 2 album pop dan keroncong dalam bentuk vinyl. Dalam cover album tersebut Mulyadi mulai menggunakan nama Mus Mulyadi sebagai nama resmi.
Tambahan kata Mus diambil dari penggalan nama ibunya. Di Singapura, Mus berhasil mendapatkan uang SID 2.800 untuk dua piringan hitam.
Setelah mengantungi uang, Mus Mulyadi dan tiga rekannya kembali ke Tanah Air. Disayangkan mereka belum menikmati jerih payahnya di Singapura karena memilih pulang ke Indonesia bertepatan dengan wafatnya Bung Karno.
Karier music Mus terus berlanjut. Pada 1971 dia rekaman solo di Remaco diiringi kelompok A Riyanto, Empat Nada Band. Andi kemudian mengajak Mus bergabung dan nama band diganti Favourite's Group.
Di sela aktivitasnya Favourite's Group, Mus Mulyadi ditawarkan oleh produser untuk membuat solo album. Dalam album tersebut Mus dibuatkan lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul "Rek Ayo Rek". Nah, nama Mus semakin populer dan mengundurkan diri dari Favourite's. (Baca juga: Indonesia Memiliki Penderita Diabetes Terbesar ke-6 di Dunia ).
Mus kemudian mencoba menyanyikan lagu keroncong pop, ternyata hasilnya luar biasa dan meledak di, seperti lagu Kr. Dewi Murni. Kasetnya laku keras. Setelah itu, julukan "Buaya Keroncong" melekat padanya. Saat show ke luar negeri, seperti Belanda atau Amerika, Mus dikenal sebagai The King of Keroncong.
Kariernya tak hanya di dunia music, Mus juga merambah dunia perfilman nasional pada 1970-an. Oleh sutradara Fred Young, Mus diajak membintangi film Putri Solo (1974). Dia bermain bersama Mieske Bianca Handoko, Harris Sudarsono, Ratmi B-29, Rendra Karno, S. Poniman, Chitra Dewi, dan Debby Cynthia Dewi.
Pada akhir 1970-an, Mus sempat pula menyanyikan lagu-lagu dangdut/Melayu dan sempat berduet dengan pedangdut asal Surabaya, Ida Laila. Lagunya pun meledak, seperti Suara Hati dan Bunga Dahlia. salah satu maestro keroncong Indonesia ini pun telah berpulang. Mus melawan penyakit diabetes yang menyerangnya pada 1980-an dan mengalami kebutaan atas penyakit itu pada 2009 hingga meninggal dunia di rumah sakit, Kamis (11/4/2019) di usia 73 tahun. Selamat jalan Mus.
Lagu-lagu yang menjadi hit, sebut saja Kota Solo, Dinda Bestari, Telomoyo, dan Jembatan Merah. Namun, sebelum jadi penyanyi solo, dia pernah membentuk band '''Irama Puspita''' dengan personel tiga belas wanita-wanita perkasa yang telah dipersiapkannya untuk sukses di panggung hiburan.
Adik Mus MUjiono ini kemudian menjadi pelatih band Irama Puspita selama beberapa tahun dan pernah manggung di acara POI Ganefo di Jakarta dan merajai berbagai lomba festival musik di Surabaya.
Mus kemudian bergabung dengan band '''Arista Birawa''' pada 1964 yang dibentuk Busro Birawa bersama Jeffry Zaenal (Abidin), M.Yusri, Oedin Syach, dan Sonata Tanjung. Band ini menelurkan album Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada 1965.
Album lainnya, Si Ompong & Masa Depanmu yang diproduksi Serimpi Recording pada 1972. Akan tetapi Mus Mulyadi tidak terlibat di album ini.
Atas ajakan temannya, Jerry Souisa sebagai pemimpin group, mengajak dua anggota Arista Birawa, Mus Mulyadi dan Jeffry Zaenal dan rekannya Arkan melakukan tour pertunjukan di Singapura. (Baca juga: Diabetes, Maestro Keroncong Mus Mulyadi Meninggal Dunia) .
Mus kemudian mengadu nasib ke Singapura pada 1967 menggunakan kapal kayu dengan perjalanan selama 2 minggu. Di Singapura mereka menumpang di rumah keluarga etnis Melayu. Selama 2 tahun Mus di Singapura dan tak mendapatkan tawaran show.
Sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunt-lunta tanpa makanan, pekerjaan, dan uang. Setelah sempat menjadi pengangguran, Mus belajar menciptakan lagu dan muncul lagu Sedetik Dibelai Kasih, Jumpa dan Bahagia, dan Kr. Jauh di Mata.
Lagu ini kemudian ditawarkan kepada Live Recording Jurong pada 1969. Hasilnya, Mus dan band barunya membuat 2 album pop dan keroncong dalam bentuk vinyl. Dalam cover album tersebut Mulyadi mulai menggunakan nama Mus Mulyadi sebagai nama resmi.
Tambahan kata Mus diambil dari penggalan nama ibunya. Di Singapura, Mus berhasil mendapatkan uang SID 2.800 untuk dua piringan hitam.
Setelah mengantungi uang, Mus Mulyadi dan tiga rekannya kembali ke Tanah Air. Disayangkan mereka belum menikmati jerih payahnya di Singapura karena memilih pulang ke Indonesia bertepatan dengan wafatnya Bung Karno.
Karier music Mus terus berlanjut. Pada 1971 dia rekaman solo di Remaco diiringi kelompok A Riyanto, Empat Nada Band. Andi kemudian mengajak Mus bergabung dan nama band diganti Favourite's Group.
Di sela aktivitasnya Favourite's Group, Mus Mulyadi ditawarkan oleh produser untuk membuat solo album. Dalam album tersebut Mus dibuatkan lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul "Rek Ayo Rek". Nah, nama Mus semakin populer dan mengundurkan diri dari Favourite's. (Baca juga: Indonesia Memiliki Penderita Diabetes Terbesar ke-6 di Dunia ).
Mus kemudian mencoba menyanyikan lagu keroncong pop, ternyata hasilnya luar biasa dan meledak di, seperti lagu Kr. Dewi Murni. Kasetnya laku keras. Setelah itu, julukan "Buaya Keroncong" melekat padanya. Saat show ke luar negeri, seperti Belanda atau Amerika, Mus dikenal sebagai The King of Keroncong.
Kariernya tak hanya di dunia music, Mus juga merambah dunia perfilman nasional pada 1970-an. Oleh sutradara Fred Young, Mus diajak membintangi film Putri Solo (1974). Dia bermain bersama Mieske Bianca Handoko, Harris Sudarsono, Ratmi B-29, Rendra Karno, S. Poniman, Chitra Dewi, dan Debby Cynthia Dewi.
Pada akhir 1970-an, Mus sempat pula menyanyikan lagu-lagu dangdut/Melayu dan sempat berduet dengan pedangdut asal Surabaya, Ida Laila. Lagunya pun meledak, seperti Suara Hati dan Bunga Dahlia. salah satu maestro keroncong Indonesia ini pun telah berpulang. Mus melawan penyakit diabetes yang menyerangnya pada 1980-an dan mengalami kebutaan atas penyakit itu pada 2009 hingga meninggal dunia di rumah sakit, Kamis (11/4/2019) di usia 73 tahun. Selamat jalan Mus.
(tdy)